Pada
suatu hari, Shinta dan keluarganya beranjak mudik lebaran kali ini ke Bogor.
Seperti biasa semua saudara dari Bandung dan Bekasi juga ikut berkumpul di
Bogor. Alangkah menyenangkan bertemu dengan sanak saudara yang sejak lama tak
jumpa. Alangkah senangnya hati Shinta membayangkan suasana hangat penuh kasih
sayang keluarga.
Tak
berapa lama kemudian sekitar jam tiga sore Shinta dan keluarga telah tiba di
depan rumah nenek.
“Assalamu’alaikum”
teriak Shinta dari depan rumah.
“Wa’alaikum
salam, aduh cucu nenek meuni geulis “ ucap nenek seraya melepaskan kecupan yang
endarat halus di pipi kanan ku.
Tiba-tiba
sosok pria berbadan kekar, tinggi, tampan, hadir dari balik pintu kamar.
“apa
kabar cewek manis, udah lama ya ga ketemu. Engga kanfen sama aku?” semua
terhening mendengar suaranya yang jernih.
“Hey,
Ka Raka. Kabar baik dong, kamu sendiri gimana. Wah tambah ganteng aja nih
sepupuku” rayu ku membuat pipinya memerah.
Seisi
rumah tertawa lepas melihat gurauan ku dengan ka Raka. Suasana inilah yang lama
ku inginkan dan selalu ku idam-idamkan.
Malam
berganti pagi, indah dikelilingi bukit dan nyanyian burung liar mengiringi aku
yang sedari tadi minum segelas teh didepan teras. Di tambah lagi pemandangan
indah di depan rumah nenek, bukan benda mati tapi ini benda hidup, makhluk
tuhan yang indah. Kupandangi cowok itu sedari tadi. Paras nya indah, kulitnya
putih, dan kelihatannya ramah. Kulihat ia juga tengah memandang kearahku. Namun
tak berapa lama kemudian Ka Raka memecahkan konsentrasiku.
“
heh, ngelamun aja kerjaannnya, cewek tuh pagi-pagi beres beres , kayak Ka Riska
tuh rajin. Ngeliatin cowok mulu sih kerjaannya”. Katanya sambil mengagetkanku.
“ih
ngagetin aja sih, siapa? Siapa yang lagi ngelamun , ngapain ka Raka disini? “
tanyaku.
“memang
aku dari tadi disini tahu, kamu saja yang engga lihat, gimana tahu aku dtang
sedangkan matamu itu melototi cowok sebelah sana terus”. Jelasnya .
“hehehe,
hussst berisik. Ganggu aja sih. Sana pergi”. Namun ketika kulihat cowok itu
lagi, ternyata dia sudah tidak berada di tempat. Mungkin cowok itu malu dipergoki ka Raka
tengah mengamati aku dari kejauhan. Dengan raut wajah sesal aku masuk kedalam
rumah.
Keesokan
harinya, seperti hari kemarin, aku menunggu kehadiran si cowok misterius itu,
namun sejak tiga puluh menit tadi ku menunggu namn batang hidungnya tak kunjung
terlihat. Aku lelah mulai lelah menanti. Akhirnya aku masuk lagi kedalam rumah.
Tak
lama kemudian Ka Raka keluar dari rumah. Seraya berseru.
“tumben
si Shinta gak nongol sambil minum teh , haha pemandangannya udah ga ada sih”
teriakannya itu membuatku risih.
Beberapa
menit kemudian, cowok itu keluar dari persembunyiannya. Membawa segelas kopi
hangat di tangannya. Style baju dinginnya ala korea itu menambah sempurnannya
sosok idaman ku itu. Namun saat aku keluar bersamaan dengan ka Raka masuk
kedalam, ia pun menghilang lagi. Mungkin dia malu saat melihatku tadi. Aku makin yakin bahwa cowok misterius itu
menyimpan perasaan padaku.
Hari
berikutnya, cowok itu sama sekali tidak terlihat bersandar di kursi biasa ia
duduk. Begitu pun aku yang sejak tadi tidak keluar rumah karena cowok itu pun
tak keluar. Akhirnya Ka Riska keluar untuk berbelanja.
“
Ka mau kemana ?”. tanyaku sambil menghadangnya.
“
Mau ke warung, kenapa ?”.
“
Ah engga apa apa. Ya sudah hati-hati ya.” Kataku.
Dari
kejauhan kulihat ka Riska di hadang cowok misterius itu. Ku lihat cowok itu
membisikan sesuatu di telinga kakakku itu. Aku berfikir pasti mereka memiliki
hubungan spesial misalnya pasangan kekasih. Aku mulai menyerah untuk
mengejarnya.
Kak
Riska pulang, aku langsung mengintrogasinya dengan lembut.
“
kak itu tadi pacarnya ya?”
“yang
mana” Tanya ka Riska.
“
itu yang tadi ketemu sebelum pergi ke warung.” Jelasku.
“
oh itu, bukan lah. Emang kenapa?”
Sejenak
aku ternyuh, semangatku pulih lagi mendengar ceritanya.
“terus
ngapain tadi kakak bisik-bisik? Ngomongin apa sih?” tanyaku penasaran.
“
ih mau tahu banget ya? Rahasia tahu.” Cetusnya.
Tidak
menyerah, aku terus melemparkan pertayaan yang membuat ka Riska terpaksa buka
mulut.
“
ok, karena kamu adalah adik kesayanganku, aku kasih tahu deh.”
Tak
sabar aku mendengar penjelasanya, pasti cowok itu membicarakan aku, dan
berusaha minta bantuan ka Riska untuk berkenalan dengan ku. Senangnya hatiku,
ter nyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.
“ok,
sudah siap untuk mendengar?. Mana telinganya sini ?”
Aku
menyodorkan telingaku.
“dengar
ya baik baik, dia itu titip salam buat ….. ka Raka.” Bisiknya halus.
“hah?
Gak salah denger . masa sih, berarti dia…”
“
ah benar, ia itu homo”. Jelas ka Riska.
Hal
ini membuat hatiku tak karuan, jadi hilang rasaku terhadapya. Untunglah
perasaan ini tidak pernah aku publikasikan kepada siapapun. Apa yang terjadi jika semua orang tahu aku pernah menyukai parasnya, tingkahnya, dan style
fashionnya yang sungguh tak terduga akan sifat dan kepribadiannya yang 180
derajat berbeda dari kelihatannya.